Siapa yang tidak tahu mengenai Masjid Baiturrahman Aceh. Masjid ini seolah menjadi ikon sekaligus tempat wisata populer bagi Provinsi Aceh. Menjadi salah satu bangunan yang selamat dan tetap berdiri ketika Aceh ditejang oleh tsunami, tentu saja masjid ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat muslim Aceh.
Masjid ini telah ada pada masa keemasan Kesultanan Aceh dan menjadi salah satu tempat yang harus disinggahi ketika berkunjung ke Aceh. Selain penuh dengan sejarah, Masjid Baiturrahman juga menjadi salah satu masjid dengan arsitektur yang megah.
Masjid Baiturrahman Aceh: Kemegahan yang Penuh Sejarah
Kemegahan masjid terlihat dari bangunannya yang memiliki 1 menara utama, 4 menara lain dan dilengkapi dengan kubah yang total berjumlah 7 kubah. Dengan adanya 12 payung raksasa, juga menjadikan tidak terasa panas saat siang hari.
Selain itu, suasana juga semakin sejuk dengan adanya pelataran berlantai marmer putih. Untuk kubah hitamnya, bahan bangunan utamanya adalah sirap dari kayu keras yang juga digabung menjadi ubin.
Ruangan utamanya memilki luas hingga kurang lebih 4.760 meter persegi yang dapat menampung hingga 10 ribu jamaah. Jumlah ini masih bisa bertambah hingga 30 ribu jika digabungkan dengan halaman.
Arsitektur masjid yang megah ini mengambil gaya kebangkitan Mughal dengan ciri adanya kubah besar lengkap dengan menara. Desainnya dirancang oleh seorang arsitek bernama Gerrit Bruins yang lalu diadaptasi oleh L.P. Luijiks.
Bagian dalam masjid dihiasi oleh dinding dan pilar yang memiliki relief serta tangga terbuat dari marmer dan lantai berasal dari Tiongkok. Selain itu, dilengkapi pula dengan jendela kaca dari Belgia, pintu kayu yang berdekorasi, serta lampu gantung yang terbuat dari perunggu. Tak tanggung, batu-batu bangunannya pun didatangkan dari Belanda.
Selain kemegahan dan keindahannya, Masjid Baiturrahman Aceh juga penuh dengan sejarah. Ada dua vesi mengenai pembangunan awal masjid ini. Ada yang menyebutkan bahwa masjid ini dibangun sejak tahun 1612 oleh Sultan Iskandar Muda namun ada pula yang menyebutkan pada tahun 1292 oleh Sultan Alauddin Johan Mahmudsyah.
Ada pula yang mengatakan bahwa pada awalnya masjid ini sempat ditolak oleh masyarakat sekitar karena ciri khas bangunannya yang berbeda dengan masjid pada umunya serta tidak sesuai dengan kultur masyarakat sekitar. Selain itu juga karena masjid di desain oleh orang “kafir” Belanda.
Pada masa kolonialisme Belanda di Indonesia, masjid ini dijadikan sebagai banteng pertempuran. Namun, masjid ini juga pernah dibakar oleh Belanda pada 10 April 1873. Rakyat Aceh pun pada akhirnya melawan balik Belanda dan mempertahankan masjid secara habis-habisan.
Masjid lalu dibangun ulang oleh Belanda sebagai upaya meredakan resistensi penduduk Aceh terhadp Belanda. Pembangunan ulang ini dilakukan dari 1879 hingga 1881. Dalam perkembangannya, masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan.
Perluasan pertama dilakukan tahun 1936 yang menambahkan dua kubah, kemudian pada tahun 1985-1965 yang menambah dua kubah serta menara di bagian barat. Tahun 2992 juga dilakukan perluasan dan renovasi dilakukan pasca tsunami 2004 yang menelan biaya hingga Rp20 miliar.
Untuk menuju ke lokasi masjid, Anda bisa menggunakan berbagai pilihan transportasi yang tersedia baik itu darat, laut, maupun udara. Jika Anda memilih untuk menggunakan transportasi umum, Anda memerlukan uang sekitar Rp15 ribu.
Masjid ini juga mudah ditemukan karena berada di tengah kota. Dari kejauhan pun, Anda sudah bisa melihat kemegahan masjid ini. Maka tak heran jika Masjid Baiturrahman Aceh merupakan kebanggaan masyarakatnya yang sekaligus menjadi simbol baik itu agama, budaya, maupun semangat, perjuangan sekaligus nasionalisme oleh rakyat Aceh.