Jakarta memang memiliki berbagai masjid bersejarah yang sangat panjang. Tak hayal membuat masjid yang ada di ibukota memiliki berbagai macam jenis corak dan desain yang menarik. Salah satunya masjid Al-Alam atau juga dikenal sebagai “Masjid Si Pitung”. Masjid ini memang tidak dibangun oleh si Pitung namun masjid Al Alam ini sering dijuluki oleh masyarakat sekitar karena masjid al alam sangat melegenda seperti layaknya si Pitung.
Masjid Al Alam saat ini menjadi cagar budaya yang dirawat oleh Pemerintah Jakarta. Masjid ini terletak di Jln. Marunda Besar RT/RW 09/01, Kampung Marunda, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta, tepatnya di tepian pantai Marunda. Pembangunan masjid ini dibangun pada tahun 1527 Masehi. Ada yang unik dibagian masjid ini yaitu terdapat lubang kecil berbentuk setengah oval yang konon dulunya digunakan sebagai tempat pengintaian.
Sejarah Masjid Al Alam
Menurut cerita versi lain masjid Al Alam ini dibangun oleh beberapa pejuang Panglima dari Pasukan Gabungan Kesultanan Demak dan Cirebon, pada saat merebut Sunda Kelapa dari Portugis dan Kerajaan Padjajaran. Sedangkan cerita versi lainnya masjid ini dibangun oleh para Wali hanya dalam satu malam saja. Namun, ada versi yang hampir berhubungan antara keduanya, yaitu disaat Fatahillah memimpin pasukan menyerbu sunda kelapa, beliau juga ditemani oleh beberapa Wali yang memiliki karomah yang luar biasa.
Dengan munculnya kedua versi tersebut membuat masyarakat menganggap bahwa masjid ini seringkali digunakan oleh Si Pitung, pahlawan nasional dari Betawi untuk beriktikaf dan beristirahat, maupun bersembunyi dari kejaran tentara Belanda. Bahkan menurut cerita disebutkan bahwa jika Bank Pitung, sebutan akrab Si Pitung jika bersembunyi di masjid ini, beliau tidak akan terlihat oleh pasukan belanda.
Walaupun masjid Al Alam ini sudah berumur ratusan tahun. Akan tetapi, masjid ini masih tetap berdiri tegak dan sangat kokoh. Arsitektur masjid ini lebih condong kepada masjid Demak, beratapkan Joglo bersusun dua, dengan 4 soko guru sebagai penopangnya. 4 soko guru tersebut dibuat dengan gaya eropa namun berukuran sangat pendek.
Sedangkan pada bagian mihrab dan mimbar yang sangat tua pun masih terlihat kokoh. Seperti masjid-masjid tua pada umumnya, Masjid Si Pitung tidak dilengkapi dengan menara. Bangunan utamanya berdenah persegi empat dengan ukuran 12 x 12 meter dan menghadap ke selatan, bukan menghadap ke timur seperti pada umumnya. Untuk ruang utamanya yang digunakan sholat masjid Al Alam ini dibuat dengan ukuran 8 x 8 meter, kemudian tinggi plafon atapnya hanya sekitar 2,2 meter saja, terlihat sangat pendek jika kita masuk pada ruang tersebut.
Dibagian kiri dari bangunan masjid asli dibangun sebuah pendopo dengan ukuran 100 meter persegi. Lalu dibelakang masjid terdapat beberapa makam tua yang masih terawat sampai saat ini. Masjid Al Alam terakhir direnovasi pada tahun 1976.
Dimana saat itu Dinas Kebudayaan DKI Jakarta memperbaiki beberapa pondasi yang lapuk dan memperbarui dengan menambal yang baru. Saat ini Masjid Si Pitung mempunyai tambahan berupa pagar beton yang mengelilingi areal masjid tersebut. Bangunan pendopo pun turut dibangun dengan ukuran 100 meter persegi, yang biasanya digunakan sebagai tempat pengajian maupun kegiatan lainnya.
Masjid Al Alam saat ini berada di pesisir laut Jakarta. Setiap harinya masjid ini tidak pernah sepi pengunjung. Sebab, masjid ini selalu dikunjungi oleh para pengunjung setiap Jumat Kliwon untuk beristighozah. Begitu juga sumur tua yang ada di dekat masjid al alam.
Dengan keistimewaan yang ada pada masjid ini sangatlah penting terhadap nilai sejarah didaerah Jakarta. Dengan ramainya para peziarah, masyarakat bisa mengambil keuntungan dengan menjual makanan di sekitar Masjid Al Alam. Saat Ramadan, akan lebih banyak lagi pengunjung yang datang.
Demikian beberapa penjelasan mengenai masjid Al Alam yang kaya akan sejarah yang luar biasa. Meskipun dibangun sejak dahulu kala tapi manfaat masjid al alam ini sungguh luar biasa bagi masyarakat sekitar.