Jika mencari masjid tertua di Kota Pekanbaru, maka Masjid Raya Pekanbaru ini berhasil menyandang gelar tersebut. Masjid ini dibangun pada abad ke-18, tepatnya tahun 1762 oleh Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Meski termasuk masjid tertua, masjid ini memiliki kondisi fisik yang masih kokoh dan arsitekturnya pun tetap terlihat apik model tradisional Melayu.
Sejarah Masjid Raya Pekanbaru
Masjid Raya Pekanbaru didirikan pada masa kekuasaan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah saat memindahkan Senapelan (Pekanbaru) dan menjadikannya Pusat Kerajaan Siak. Pada adat Melayu, jika terjadi pemindahan pusat kerajaan maka harus diikuti dengan pembangunan “Istana Raja”, “Balai Kerapatan Adat”, dan “Masjid”. Ketiga hal tersebut merupakan representasi unsur pemerintahan, adat, dan agama (Tali Berpilin Tiga / Tungku Tiga Sejarangan).
Tahun 1762, bangunan tersebut diberi nama “Istana Bukit” setelah dilakukan sebuah upacara. Sementara itu, balai berapatan diberi nama “Balai Payung Sekaki” dan masjid diberi nama “Masjid Alam”. Nama ini mengikuti nama kecil Sultan Alamudin, yaitu Raja Alam. Ada gelar yang disematkan pada Sultan Alamuddin Syah setelah beliau meninggal tahun 1766, yaitu “Mahrum Bukit”.
Beliau kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Tengku Muhammad Ali. Pada masa pemerintahan Tengku Muhammad Ali ini (1766 – 1779), Senapelan berkembang pesat dengan aktivitas perdagangannya. Para pedagang dari Semenanjung Malaka dan Johor serta daerah sekitarnya rama berdatangan ke pasar ini. Hingga pasar ini menjadi salah satu pusat perekonomian penting di Sumatera. Beliau juga melakukan perluasan masjid yang pertama kalinya. Ide perluasan ini muncul untuk menampung para pedagang yang datang dari segala penjuru, maka dibuatkan “pekan yang baru” yang artinya pasar baru. Nama ini kemudian menjadi Pekanbaru.
Keunikan Arsitektur Masjid Raya Pekanbaru
- Mengalami beberapa kali renovasi
Masjid Raya Pekanbaru pernah mengalami beberapa kali perbaikan dan renovasi. Perbaikan dan perluasan masjid yang bersejarah ini melibatkan seluruh elemen masyarakat sekitar. Pada tahun 1755, renovasi dilakukan untuk pelebaran daya tampung masjid. Lalu tahun 1810 saat masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin, bangunan ini kembali direnovasi dengan penambahan fasilitas. Fasilitas tersebut meliputi tempat berteduh untuk peziarah makam di sekitar masjid. Sementara tahun 1940, ada renovasi lagi yang dilakukan dengan penambahan pintu gerbang masjid menghadap ke arah timur. Renovasi terakhir terjadi tahun 1940 dan merupakan renovasi dari keseluruhan masjid.
- Memiliki tiang saka guru
Bangunan masjid ini juga meliputi tiang saka guru yang terdiri dari 4 buah. Tiang ini disediakan oleh Datuk Empat Suku yang merupakan para kepala adat. Sementara itu, tiang tuanya disediakan oleh Sayid Osman Syahabudin. Sayid Osman merupakan menantu Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah yang menjadi imam besar sejak Masjid Alam berdiri.
- Kubah dan tiang yang melambangakan filosofi kebersamaan
Kubah pada Masjid Raya Pekanbaru ini merupakan elemen masjid yang disediakan oleh Sultan Muhammad Ali. Kubah ini melambangkan bahwa sultan adalah pucuk pimpinan dalam pemerintahan. Datuk Empat Suku pada masjid ini mencerminkan tiang pemerintahan (pemegang adat). Sementara ulama seperti halnya tiang yang menopang jalannya syariat. Lalu masyarakat umum adalah darah dan daging pemerintahan. Maka, dari hal-hal tersebut, terlambangkan sebuah kebersamaan antara penguasa, ulama, pimpinan adat, dan masyarakat.
- Mengalami revitalisasi tahun 2009
Pada tahun 2009, Masjid Raya Pekanbaru ini mengalami proyek revitalisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau. Revitalisasi yang dikerjakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Riau ini menghancurkan bangunan asli masjid. Akibatnya, hanya tersisa 26 tiang bekas bangunan lama. Tiang-tiang Masjid Raya Pekanbaru tersebut berada di sisi timur, selatan, barat, dan utara.
Bekas tiang penyangga masjid lalu dibuat menjadi bentuk menara. Sehingga, Masjid Raya Pekanbaru ini merupakan satu-satunya masjid yang memiliki menara di dalam bangunan. Kini, bentuk masjid ini sudah direvitalisasi lebih modern dan megah. Berbeda dengan sebelumnya yang masih bergaya arsitektur Melayu kuno.